Pages

Sabtu, 19 Desember 2009

Sombong yang masih terpelihara

Rasa sombong bisa menghinggapi siapa saja entah disadari atau tidak mungkin kita ada memeliharanya.
Seorang tokoh yang memiliki pengikut banyak, reputasi yang luas juga berpotensi untuk menyombongkan diri lantaran ketokohannya dan pengikutnya yang banyak.

Seorang wanita yang cantik juga kadang tergoda untuk membanggakan kecantikannya dan meremehkan yang tidak secantik dirinya, bahkan sampai mencacat bentuk fisik orang lain.

Seorang hartawan sering tergoda membanggakan pakainnya yang bagus, kendaraannya yang mewah, Hpnya yang keren, rumahnya yang mentereng dengan melihat sebelah mata pada orang yang tidak memiliki harta seperti yang ia punya.

Seorang pejabat yang pangkatnya lebih tinggi kadang merasa lebih baik dari bawahannya. Kepala bagian merasa lebih baik dari office boy, jenderal merasa lebih baik dari kopral, direktur merasa lebih baik dari karyawan dan seterusnya.

Rasa sombong juga dapat menghinggapi ilmuwan. Ilmunya setinggi langit, titelnya profesor doktor, hafal Alquran, dapat berbicara dalam banyak bahasa. Tetapi, ia tidak sabar untuk menahan dirinya merasa lebih baik dari masyarakatnya.

Bahkan sifat sombong juga dapat menimpa seorang ahli ibadah atau ulama. Sosok yang secara kasat mata (dhahir) terlihat wara' (sangat hati-hati bersikap), zuhud (sederhana), bertahajud setiap hari, berpuasa senin-kamis, sholat rawatibnya tidak pernah tertinggal. Karena salatnya rajin sekali hingga jidatnya hitam. Namun, ternyata ia tergoda untuk menganggap dirinya orang yang paling suci, paling baik, paling takwa. Orang lain dianggap tidak ada apa-apanya dibanding dia.

Imam Ghozali mengajari cara mawas diri agar tidak terjebak dalam sikap merasa lebih baik. Ketika kita melihat seseorang yang belum dewasa, kita bisa berkata dalam hati: "Anak ini belum pernah berbuat maksiat, sedangkan aku tak terbilang dosa yang telah kulakukan, maka jelas anak ini lebih baik dariku."
Ketika kita melihat orang tua, "Orang ini telah beramal banyak sebelum aku berbuat apa-apa, maka sudah semestinya ia lebih baik dariku."
Ketika kita melihat seorang 'alim, "Orang ini telah dianugerahi ilmu yang tiada kumiliki, ia juga berjasa telah mengajarkan ilmunya. Mengapa aku masih juga memandang ia bodoh, bukankah seharusnya aku bertanya atas yang perlu kuketahui?"
Ketika kita melihat orang bodoh, "Orang ini berbuat dosa karena kebodohannya, sedangkan aku? Aku melakukannya dengan kesadaran bahwa hal itu maksiat. Betapa besar tanggung jawabku kelak.

Rasulullah saw bersabda, "Tidak akan masuk surga seseorang yang terdapat dalam hatinya sifat sombong (kibr) meskipun hanya sebesar biji sawi." (HR Muslim).

*disarikan oleh islamsejuk dari Sikap Sombong, ’Saya Lebih Baik Dari Dia’ (Ana Khairun Minhu) by Roni Suarsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar